Langsung ke konten utama

masa depan

sedih :(
Merantau jadi salah satu fase paling krusial anak muda sepertimu. Entah merantau untuk meneruskan pendidikan atau karena kewajiban suatu pekerjaan. Awal merantau kamu sempat menangis karena memang berat rasanya hidup terpisah dari ayah, ibu serta kakak dan adikmu. Tapi setelah beberapa waktu hidup di perantauan seorang diri, kamu baru menyadari bahwa merantau tak sepahit bayanganmu. Di perantauan kamu menemukan teman-teman baru, lingkungan yang berbeda dan seseorang yang kini menjadi tambatan hati.

Setelah betahun-tahun merantau, ada saatnya kamu harus kembali ke kampung halaman.  Entah karena pendidikanmu sudah selesai atau memang pekerjaan mengharuskan untuk kembali. Saat akan meninggalkan tanah rantau, justru sedihmu berlipat ganda. Air matamu bahkan tak bisa dibendung lagi, sampai dokumentasi perpisahanmu dengan para sahabat menunjukkan mimik mukamu sembab sendiri. Buat kamu yang merasa lebih sedih saat meninggalkan perantauan, mungkin alasan-alasan berikut yang mendasari.

1. Perantauan tempat merasakan hidup yang sesunggunya. Tangis, tawa, dan kecewa, semuanya seimbang kamu rasakan
Sebelum kamu merantau, kamu pasti membayangkan tentang susahnya hidup terpisah dengan keluarga. Dari perihal tempat tinggal, makanan, sampai persolan menyiapkan kebutuhan pribadi yang harus dilakukan sendiri. Dan di awal semua hal tadi jelas terasa sulit. Tapi kesulitan mengajarkanmu hidup yang sesungguhnya. Tangis, tawa, bahkan rasa kecewa jadi terasa lebih bermakna dan seimbang. Setidaknya semua itu membuat hidupmu lebih berkembang. Wajar kalau kamu pun tak rela melepas semua pengalaman yang berarti itu.

2. Rasa nyaman dengan rumah kedua yang sudah terlanjur dalam pun membuatmu sedih kalau harus beranjak lagi

Waktu yang kamu habiskan selama di perantauan tidak sebentar. Selama waktu tahunan itu kamupun mulai memupuk rasa nyaman untuk hidup di perantauan. Dari yang awalnya tak betah, pelan-pelan kamu pun belajar menyesuaikan diri. Sampai akhirnya kamu mulai nyaman membaur bersama lingkungan dan orang-orang yang punya tradisi ataupun budaya yang berbeda denganmu. Sampai kamu tak kuasa menitikkan air mata saat tanah rantau yang sudah jadi rumah kedua ini ditinggalkan.

Meski hati belum mau pergi, tapi kenyataan lebih punya kuasa untuk menggerakkan kaki.
3. Sahabat yang sama-sama berjuang di perantauan, yang kadang lebih terasa sebagai saudara karena susah dan senang dijalani bersama


Menemukan sahabatmu di sana via www.unsplash.com
Sahabat tak hanya seseorang yang mengertimu luar dalam, tapi juga mampu bikin hatimu nyaman sekalipun nasihatnya kadang pedas untuk didengar. Sementara sahabat tak hanya mereka yang kamu kenal sejak masa kanak-kanak, tapi siapapun yang bisa diajak berbagi, saling mengisi dan membenahi diri. Langkah kakimu semakin berat saat harus berjarak dengan sahabat yang hampir tiap hari selalu bersama ini. Meski baru beberapa tahun bersama, tapi ikatan yang terjalin sudah cukup kuat untuk buatmu tegar menghadapi kerasnya dunia.

4. Apalagi kalau kamu sedang menjalin hubungan spesial dengan seseorang. Duh… hubungan jarak jauh pun jadi bahan pikiranmu sekarang
Di perantauan kamu tak hanya mendapatkan teman, serta sahabat baru. Kamu juga diberi kesempatan untuk menjalin cinta dengan seseorang di sana. Pacaran di perantauan buatmu lebih memahami cinta dari sisi yang berbeda. Kesederhanaan pacaran saat merantau juga buatmu merasa enggan untuk buru-buru meninggalkan kota ini. Apalagi kamu belum siap untuk menjalani hubungan jarak jauh dengannya.

5. Setiap jengkal kamar kosan atau rumah saudara yang jadi tempat tinggalmu di perantauan, pun memiliki banyak kenangan yang sulit terlupakan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hallo semua hari ini saya akan menceritakan pengalaman saya di sma methodist, tetapi da baik nya saya memperkenalkan diri saya nama saya pirdaus marpaung, usia saya 16tahun saya mulai bersekolah di perguruan methodist pada kelas 1sma, sekolah di methodist sangat menyenangkan